Sebelumnya saya mau mengucapkan dulu "Selamat Hari Kartini Untuk Seluruh Wanita Indonesia" (terkecuali wanita jadi-jadian). Berhubung hari ini adalah Hari Kartini maka saat saya menulis posting ini saya menggunakan kebaya lengkap dengan ban pespa dirambut (hehe). Sedikit tentang Ibu Kartini sebagai Pahlwan Nasional kita tentu tau apa yang diperjuangkan beliau?? That's right, "Emansipasi Wanita". Emansipasi wanita ini adalah suatu usaha untuk menuntut hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria disegala bidang kehidupan. Sehingga saat ini banyak kaum wanita yang kedudukannya sama dengan kaum pria. Thanks a lot Ibu Kartini.
Kembali kejudul. Di posting ke-2 ini saya akan menuliskan Sejarah Desa Sekapung, Sekapung Village History. Oke langsung saja ini dia "Sejarah Desa Sekapung", CEKIDOT..
Desa Sekapung terletak diujung Selatan Pulau Sebuku. Bertopografi rendah antara 0 - 25 M di atas permukaan laut. Masyarakt pertama yang tingal di lokasi sini adalah suku Banjr Pulau Laut. Namun karena pola hidup yang cenderung terbiasa homogen serta geografis pantai yang tidak sesuai dengan mata pencaharian dan pola hidup semula maka secara bertahap suku Banjar ini berpindah ke Utara dengan cara menjual tanahnya kepada para pendatang dari Sulawesi dan membeli atau menempati lokasi baru di wiliayah Kanibungan.
Pulau Sebuku
Orang Sulawesi pertama yang tinggal di Bagu Riam (3-4 KM kesebelah Utara dari Desa Sekapung) dan pindah ke Desa Sekapung adalah keluarga H. Kanda dan H. Libu. dari Suku mandar, yang selanjutnya akan menjadi cikal bakal bagi Masyarakat Sekapung. Sebelumnya kedua keluarga ini bertempat tinggal di Tanjung Pemancingan Kotabaru. Sehubung dengan aktifitas mengambil telur penyu di Samber Gelap, mereka sering melintasi Pulau Sebuku dan kadang-kadang singgah di pulau dekat pesisir Sekapung untuk menghindari gelombang.
H. Kamda memiliki 4 orang anak yang merupakan orang Sulawesi pertama yang dilahirkan di Desa Sekapung, yaitu Husein, H. Dullah, Sairah, dan H. Jabbar. Sementara H. Libu memiliki 5 orang anak yaitu Nahang, H. Dile, Taher, Merah, dan Sahliah. Sebagian besar warga Sekapung saat ini adalah keturuna H. Kanda dari generasi ke tiga, ke empat dan ke lima.
Kuburan H. Kanda dan Husein terdapat dibagian Barat Laut Desa dekat dengan lokasi Tanjung Kepala. Menurut keterangan dari orang tua di Sekapung daerah ini merupakan lokasi awal Desa Sekapung namun sekarang tidak ditinggali lagi. Semetara kuburan H. Libu terdapat di sebelah Utara Desa yang sekarang disebut sebagai Kampung Tengah, berseberangan dengan gedung olahraga yang dibangun tahun 2004.
Jumlah anggotam masyrakat berdasarkan cacah tahun 1999 mencapai 1052 jiwa, terdiri atas 265 keluarga dengan pembagian berdasarkan Rukun Tetangga yaitu:
- RT I = 255 jiwa
- RT II = 166 jiwa
- RT III = 269 jiwa
- RT IV = 238 jiwa
- RT V = 124 jiwa
Desa Sekapung
Kaitan antara bentuk muka bumi dengan kegiatan ekonomi penduduk Sekapung sangat jelas. Tempat tinggal mereka yang berada di kawan tepi pantai sejalan dengan mata pencarian mereka sebagai nelayan. Meskipun dari waktu kewaktu jumlah nelayan di Sekapung mengalami penurunan karena beberapa dari mereka beralih pekerjaan baik sebagai karyawan perusahaan, pedagang dan lainnya.
Pantai Sekapung;
Terlihat beberapa perahu nelayan
Pada tahun 2000 tercatat jumlah nelayan di Sekapung mencapai 361 orang (63,89%) dari jumlah penduduk usia produktif, selebihnya 65 orang (11,5%) sebagai karyawan perusahaan, 12 orang (2,12%) sebagai guru, 14 orang (2,48%) sebagai pedagang, 39 orang (6,90%) sebagai petani, dan sisanya 13,92% tidak memiliki mata pencaharian tertentu.
salah satu penduduk dengan ikan hasil memancingnya
Nah, itu saja dulu cerita tentang Desa Sekapung, yang sampai posting ini ditulis masih merupakan salah satu Desa terbaik di Pulau Sebuku setelah Sungai Bali dan Rampa. Oke, see you next time... bye bye..
Referensi dari Sejarah Pulau Sebuku di Kalimantan